Breaking News:
|
Anda ingin beramal?, satu klik anda sangat berharga bagi kami, silakan klik iklanSittidibawah ini, setelah itu bagikan artikel ini, terimakasih kami ucapkan kepada anda

Ramadhan di Negeri Fir’aun

Ramadhan di Negeri Fir’aun
Oleh: Udo Iwan

Ramadhan selalunya memberikan warna yang berbeda pada setiap orang. Perbedaan itu terasa sesuai dengan kondisi dan situasi. Seorang pelajar misalnya, ia akan merasakan hal yang berbeda ketika bersama keluarga. Ada rasa bahagia tersendiri. Begitu juga halnya dengan seorang pelajar yang jauh dari keluarga. Tentunya ada sesuatu yang berbeda pula, mungkin sebuah kekurangan, karena tidak bersama keluarga.
Suasana juga terasa sangat berbeda dengan berbedaan ruang. Antara ruang Indonesia dan Mesir misalnya, memiliki perbedaan yang rada jauh. Ruang Mesir bagi sebagian penuntut ilmu yang jauh dari keluarga terasa sangat pengap. Hampa. Sirkulasi udara yang tidak berubah pada ruang tersebut terkadang membuat berkeringat. Bosan. Itu kalau ditilik dari segi perasaan. Sepi memang, tapi selalu ada pengisi disela kekurangan tersebut, ya, sahabat satu perjuangan.
Sedangkan dari sudut beramal dan perlombaan dalam kebaikan juga rada  jauh. Sebut saja musa’adah (bantuan) yang diberikan orang Mesir, terutama pada wafidiin (pelajar asing). Pada bulan ramadhan ini para muhsiniin (pemberi bantuan) berlomba-lomba dalam bersedekah. Ada diantara mereka yang membantu berupa sembako. Ada juga berupa uang tunai. Biasanya untuk waktu sebulan atau dua bulan ke depan, kita cukup memanfaatkan bantuan-bantuan tersebut tanpa harus mengeluarkan biaya sendiri. Mungkin ini diantara keberkahan ramadhan bagi pelajar asing di Mesir.
Hal lain yang bisa dilihat dari Mesir adalah semangat ibadah mereka. Sebagaimana kita ketahui bahwa diantara kekhasan ramadhan adalah qiyamullailnya, dalam hal ini shalat tarawih. Shalat tarawih di Mesir memberikan kesan tersendiri pada masing-masing jamaah (pelajar). Dari shalat yang membuat lutut goyang, sampai tarawih yang singkat bisa kita temukan. Keimanan biasanya menggiring ke masjid mana akan shalat. Ketika iman berada dipuncak, shalat satu juz merupakan pilihan. Sedangkan iman yang pas-pasan, masjid dengan bacaan ayat singkat jadi tujuan. Dan kesemuanya memiliki alasan tersendiri. Lama selesai, karena menikmati shalat tarawih. Cepat selesai, bisa mengerjakan kebaikan lain. Tilawah. Muraja’ah. Atau membaca. Yang jelas niat pengarah jalan. Lama tapi ikhlas, subhanallah. Singkat dan ikhlas, alhamdulillah. Yang jelas setiap kebaikan selalu ada ganjarannya.
Awal ramadhan biasanya biasa-biasa saja. Shaf shalat setengah pada awalnya. Memasuki paruh kedua, penuh. Memasuki sepuluh terakhir, membludak. Semakin hari semakin padat oleh jamaah. Terutama pada sepuluh terakhir. Karena para pecinta Allah biasanya mengintai malam lailatul qadr. Malam mulia dari seribu bulan.
Seterusnya adalah Maidaturrahman, sebuah tempat perbukaan yang disediakan orang Mesir. Perbukaan ini dibuka setiap hari. Dan siapapun bisa berbuka di sana. Walaupun ada sebagian yang mengkhususkan untuk orang tertentu, orang asing saja misalkan. Atau Mesir tok. Bagi para pelajar ini merupakan terget utama. Karena tidak perlu lagi bersusah payah. Cukup dengan mengayunkan langkah, perut kenyang. Tentunya dengan menu-menu yang nikmat. Ayam. Daging. Dan ikan. Semua tak beranjak dari situ.
Hal lain yang bisa kita catat adalah shalat satu juz. Sebagaimana diketahui, mesir adalah negeri seribu menara. Saking menjamurnya masjid, ia mendapat gelar demikian. Dimana-mana kita akan menemukan masjid, baik jami’ (masjid raya), atau masjid kecil yang menyatu dengan rumah. Dan kesemuanya ramai dikunjungi. Dari sekian banyak masjid, ada diantaranya shalat tarawih satu juz semalam. Jadi ketika selesai ramadhan, khatam tiga puluh juz. Dan di Mesir, ini mudah kita temukan. Dan hanya iman yang melambung saja yang mampu mengikuti sampai akhir ramadhan.
Diantara amalan yang dilakukan rasulullah Saw. hingga wafat beliau adalah i’tikaf sepuluh terakhir pada bulan ramadhan, sebuah amalan yang dikerjakan oleh rasulullah hingga akhir hayat beliau. Sebagaimana diriwayatkan oleh sayidah A’isyah, bahwasanya rasulullah I’tikaf sepuluh hari terakhir pada bulan ramadhan hingga akhir hayatnya. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Atau dalam lafaz lain, “bahwasanya rasulullah saw beri’tikaf setiap ramadhan.”
Di Mesir kita bisa menemukan sunah ini. Di mana kebanyakan masjid di Indonesia tidak tampak lagi menyemarakkannya, kecuali sebagian kecil saja. Di sini kita bisa melihat bagaimana masyarakat Mesir berlomba untuk beribadah kepada Allah, dan puncaknya adalah sepuluh hari terkhir ramadhan. Karena banyak keutamaan yang terdapat di dalamnya, yaitu pada malam ganjil khususnya. Masjid membludak, seolah tak kuat menahan desakan para pecinta Allah.
Kondisi berpuasa di Mesir juga memberikan perbedaan yang luar biasa. Ya, bulan ramadhan di Mesir bertepatan dengan musim panas. Sudah bisa diterka bagaimana letihnya berpuasa di tengah panas yang menyala. Dan perjuangan terasa lebih dibanding dengan negeri yang bercuaca biasa. Mungkin, di sanalah nilai plusnya. Setiap usaha keras, diimbali pula dengan balasan yang besar pula. Dan seperti itu pulalah dengan para pejuang islam yang berjihad di bawah panggang matahari. Dalam kondisi puasa, mereka pertaruhkan jiwa dan raga mereka untuk islam. Sudah barang tentu, balasannya berlipat ganda pula. Ya, berbagai peristiwa besar terjadi di bulan ini. Sebut saja perang Badar[Soft Break]yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun 2 H di Badar. Menghadapi tentara musyrikin yang sangat jauh lebih besar jumlahnya, dua belas ribu. Pasukan yang hanya tiga ratus orang itu dengan pertolongan Allah mampu menghancurkan jumlah besar itu. Sekali lagi, ini terjadi pada bulan ramadhan.
Contoh lain adalah Pembebasan Spanyol yang dipimpin oleh panglima islam Thariq bin Ziyad pada bulan Ramadhan tahun 92 Hijriah. Pasukan yang berjumlah dua belas ribu itu berhadapan dengan tentara yang super besar, sembilan puluh ribu, di bawah koando raja Frederick. Sebagai langkah untuk menyalakan semangat pasukan, sang panglima membakar semua kapal mereka, “Sesungguhnya surga Allah terbentang luas dihadapan kita. Dan dibelakang terbentang laut. Kalian hanya ada dua piihan, mati tenggelam atau mati sebagai syuhada.” Dan ini terjadi di bulan ramadhan.
Atau sebuah peristiwa yang terjadi pada pertengahan bulan ramadhan tahun 584 Hijriyah, yaitu pembebasan Paletina dari tentara salib oleh Shalahuddin Al Ayyuby. Dimana sebelumnya tak ada satupun pemimpin islam yang berhasil membebaskan. Pada masa kepemimpinannyalah baru terbuka. Semenjak saat itu, para salibiyiin tak lagi ada yang berani berperang secara terbuka. Dan melakukan inovasi baru, yaitu berupa perang pemikiran. Mencetak misionari-misionaris dan menyuburkan orientalis. Dari sinilah mereka kini menyerang.
Peristiwa besar lain yang terjadi pada bulan ramadhan adalah perang ‘Ain Jalut di bawah titah Saifuddin Qutuz. Ini adalah sebuah peperangan yang terjadi antara umat islam dengan Tartar. Pasukan yang telah membunuh satu juta lebih kaum muslimin itu berhasil ditaklukkan.
Semua peristiwa besar itu terjadi di bulan ramadhan. Di tengah panas yang membakar dan dalam keadaan berpuasa. Dan balasan yang berlipat ganda tentunya bisa diteguk. Sesuai besar kecilnya usaha dan perjuangan.
“Tidaklah sama antara orang yang beriman yang duduk (tidak ikut berperang) tanpa mempunyai uzur dengan orang yag berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar. Yaitu beberapa derajat daripada-Nya, serta ampunan dan rahmat. Allah maha pengampun maha penyayang.” (Q.S. An-Nisa’95-96).
Ber-ramadhan di negeri Fir’aun, banyak cerita yang bisa kita lihat, dengar dan rasakan.

Posted by Pelatihan blog4 on 13.59. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added