Breaking News:
|
Anda ingin beramal?, satu klik anda sangat berharga bagi kami, silakan klik iklanSittidibawah ini, setelah itu bagikan artikel ini, terimakasih kami ucapkan kepada anda

Pelajar miskin mental

Penulis : Ekta Yudha Perdana

Pendidikan suatu yang penting dalam berkehidupan. Pendidikan alat untuk membedakan orang dalam perspektif kemajuan. Orang yang tak berpendidikan bermakna jauh dari peradaban.
Hidup yang tidak berdasarkan ilmu menunjukan jiwa yang gersang, tentunya akan merusak tatanan bermasyarakat.

Tempat orang menuju modernitas adalah sekolah. Orang yang jauh dari sekolah maka dia jauh dari modernitas. Tapi itu bukan suatu yang absolut yang bisa dijadikan sandaran kuat dalam berhujjah. Sekolah menjadi tempat formalitas pengajaran. Bukan disebabkan ingin mencari ilmu, malah kadang tempat mencari musuh dan mencari jati diri yang tak pernah ditemukan.

Dunia pendidikan adalah dunianya kaum intelektualis. Dunia kaum modernis yang jauh dari sifat ekstrimis. tapi sekarang, pendidikan yang suram menghantui tiap orang sebab jauh dari sifat kebaikan bersamaan dengan runtuhnya moral dan etika dalam kehidupan.

Peran dari menteri pendidikan yang kurang optimal, peran dari tokoh agama yang masih terus dipertanyakan, peran  orang tua yang hanya memberi duit sekolah tanpa perhatian membuat pelajar bersandar hanya dengan kesadaran dan jauh dari keilmuan.

Masuk ke kelas hanya rutinitas tapi kosong dari pengetahuan. Mengisi absen kelas sebagai bukti kehadiran supaya dibolehkan untuk ikut ujian akhir. Itu saja tujuannya, pelajaran agama hanya 2 jam satu minggu di sekolah. Bagaimana orang mengerti akan pentingnya moral dan akhlak kalau pelajaran agama hanya sedikit yang diajarkan di sekolah.

Berasumsi bahwa agama hanya kelas tambahan, bukan sesuatu yang urgent yang mesti difahami oleh murid - murid di kelas. Tidak ada ketegasan dari pemerintah pusat dan tidak ada ketegasan dari pemerintah kota, kepala sekolah yang bisu hanya disebabkan beberapa lembar rupiah.

Tidak berfungsi tiap elemen yang mempunyai kebijakan dalam negara dan juga mandul dalam mengeluarkan kebijakan. Sebenarnya pelajar itu tidak terlepas dari namanya buku. Membaca dan menulis adalah bagian dari kebiasaan pelajar. Kalau kita lihat sekarang, pelajar tidak terlepas dari namanya pedang dan pisau.

Kelihatan sekali jauh dari sifat modernitas dan melekat sifat kebodohan dari pelajar. Jauh dari bimbingan ilmu dan dekat dengan kerusakan moral. Padahal Rasul diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia. Yang disayangkan adalah ilmu - ilmu yang diajarkan Rasul tidak diajarkan di kelas  dengan frekuensi yang banyak, hanya 2 jam seminggu. Lebih banyak matematik dari pada kelas agama.

Malah yang ironisnya, pelajar lebih tahu berapa detik batu terkena ke pelajar lain dengan berat batu 2 kg, bukan berfikir kalau dilempar batu ke pelajar lain akan menyakitkan dan membuat luka, tentu itu dilarang oleh Rasul. Miskin etika, miskin moral, miskin akhlak adalah cerminan pendidikan di Indonesia.

Rakus jabatan, takut kebijakan, berhati - hati kursi hilang dari sandaran, masih suka dilakukan oleh pemangku kekuasan. Sampai kapan ini semua selesai dari sebuah disorientasi pendidikan? Di dunia yang modern sudah saatnya adanya perubahan.

Di negara Amerika pun penembakan suka terjadi di dalam kelas dan banyak yang mati. Sebab jiwa yang kosong, hati yang gersang, tujuan hidup yang kabur, membuat pelajar bosan dengan keadaan yang seperti ini.

Jadi pendidikan agama adalah sesuatu yang mesti diprioritaskan dari sebuah sistem pendidikan. Pendidikan akhlak jauh lebih penting dari hanya sekadar ilmu duniawi yang hanya mengisi otak tanpa memperhatikan moral. Mari bersama kembalikan hak pelajar untuk mendapatkan bimbingan akhlak dalam legalitas pendidikan untuk memberikan yang terbaik buat agama dan masa depan bangsa.


Waalahu a'lam

Posted by Pelatihan blog4 on 08.42. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added